Riwayat John Calvin
Calvin dilahirkan dengan nama Jean Cauvin
pada tanggal 10 Juli 1509 di Noyon, Perancis. Ketika itu, Martin Luther berusia
25 tahun dan sudah mulai mengajar Alkitab di Wittenberg. Ayahnya, Gerard
Cauvin, bekerja sebagai asisten administrasi di kompleks katedral dekat rumah.
Ibunya, Jeanne le Franc, melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan,
ia meninggal dunia ketika Calvin berusia 5 tahun. Ayahnya sangat dominan dalam
pendidikan anak-anaknya. Pada umur 12, ia sudah menunjukkan sifat religiusnya
yang sangat mendalam dan mencukur kepalanya sebagai lambang dedikasinya kepada
Tuhan. Demikian juga ayahnya menghendaki Calvin menjadi pendeta, karena itu
Calvin disekolahkan ke College de Montaigu yang terkenal dengan disiplinnya dan
makanannya yang buruk. Di sana ia banyak dipengaruhi oleh tradisi Augustinian.
Namun karena perselisihan ayahnya dengan gereja dan anggapan bahwa Calvin akan
menghasilkan lebih banyak uang sebagai ahli hukum, ayahnya kemudian menyuruh
Calvin studi hukum yang dilakukannya di Orleans dan Bourges. Selama
pendidikannya, Calvin belajar dari guru-guru terbaik pada zamannya.[1]
Ayahnya meninggal pada waktu Calvin
berusia 21 tahun dan hal ini membuat Calvin merasa terbebas dari studi hukum.
Calvin sendiri memiliki rencana atas hidupnya, yaitu terus mengejar karir
akademik yang nyaman. Pada tahun 1532, di usianya yang ke-23, dia menerbitkan
karyanya yang pertama yaitu Commentary on Seneca, yang
mengungkapkan gagasan radikalnya: “Pangeran tidak berada di atas hukum, tetapi
hukum berada di atas pangeran”.
Di dalam kehidupan keagamaannya, Calvin
adalah seorang yang sangat ketat menjalankan ibadah dan praktik tradisional
Katolik Roma. Dalam suratnya kepada Kardinal Sadolet diketahui bahwa Calvin
menjalankan semua tindakan keagamaan, namun tetap tidak merasakan damai,
sebaliknya ketakutan yang ekstrem meliputinya tanpa sesuatu yang dapat
memulihkannya. Pada tahun 1533, Calvin bersinggungan dengan reformasi dan
mengalami “pertobatan yang tiba-tiba”. Ia mengatakan, “God, by a sudden
conversion subdued and brought my mind to a teachable frame…. Having thus
received some taste and knowledge of true godliness, I was immediately inflamed
with intense desire to make progress.”
Pada bulan November 1533, Nicholas Cop mengajak gereja Katolik untuk
melakukan pembaruan (reformation) pada pidato pelantikannya sebagai
rektor University of Paris. Hal ini menimbulkan kegeraman pihak
gereja dan Raja Francis I yang menyebut reformasi sebagai “Lutheran-like
sect”. Cop kemudian melarikan diri ke Basel, Swiss dan menimbulkan
kerusuhan di Perancis. Calvin juga terkena imbasnya karena kedekatan
hubungannya dengan Cop sampai-sampai ada anggapan bahwa pidato Cop sebenarnya
ditulis oleh Calvin. Hal ini mengakibatkan Calvin juga melarikan diri ke Basel.
Walaupun berada di tempat pelariannya, Calvin tetap memantau keadaan
orang-orang Protestan di Paris yang dianiaya, bahkan sampai dibakar
hidup-hidup.[2]
Kota Jenewa yang telah dikuasai Katolik Roma selama
berabad-abad telah menjadi sedemikian rusak dan membutuhkan upaya yang sangat
berat untuk membawanya kembali kepada kebenaran firman Tuhan. Calvin mulai
dengan khotbah eksposisi surat-surat Paulus dan Perjanjian Baru, dan setahun
kemudian dia diangkat menjadi pendeta. Bersama Farel, Calvin menetapkan pengakuan
iman dan aturan disiplin yang disetujui oleh dewan kota. Namun Farel dan Calvin
tidak selalu memenuhi keinginan dewan kota sehingga mereka berdua diusir dari
Jenewa. Farel diundang untuk melayani di Neuchatel.
Martin Bucer dan Wolfgang Capito mengetahui bahwa Calvin
tidak lagi melayani di Jenewa, mereka segera menemuinya dan memintanya untuk
melayani kaum Huegenot (para pengungsi Perancis) di
Strasburg. Calvin menolaknya karena ia ingin melanjutkan studinya, namun Bucer
menakutinya dengan kasus Yunus yang melarikan diri ke kota Niniwe sehingga pada
akhirnya Calvin setuju untuk pergi ke Strasburg. Tiga tahun di sana adalah masa
yang paling bahagia bagi Calvin karena di sana ia dapat melanjutkan studinya
dan menulis dengan tenang dan aman. Ia juga banyak bersinggungan dengan para
theolog Lutheran yang menajamkan pandangan-pandangan theologinya. Pada tahun 1541, dewan kota Jenewa meminta
Calvin dan Farel untuk kembali membangun Jenewa. Calvin tidak mau kembali
karena ia tahu hidupnya di sana akan penuh dengan kontroversi dan bahaya. Namun
akhirnya ia kembali ke Jenewa karena dia tahu bahwa bukan dia yang menjadi tuan
atas hidupnya, dia sudah menyerahkan hatinya sebagai persembahan kepada Tuhan.
Ini menjadi motto Calvin dengan ikon tangan yang memegang hati yang siap dan
sedia untuk dipersembahkan kepada Tuhan.
Konsep
Calvin tentang musik?
Karya
pertama dari Calvinis, tentang gereja banyak memberikan pmikirannya tentang
pengakuan iman dalam gereja Jenewa. Oleh
karena itu Calvin inggi penduduk jenewa benar-benar hidup dengan iman, untuk
pengudusan progesif anggotanya. Kalau
ada orang yang tidak melakukannya akan dikucilkan, itu adalah hal prerogatif
Gereja yang sejati. Karya yang
ditulisnya adalah Confession of Faith, tuntutannya lebih lanjut adalah bahwa
nyanyian Mazmur harus dimasukkan dalam tata ibadah.[3] Nyanyian mazmur adalah firman dan calvin
menggambarkan sebagai sesuatu yang sakral.
Orang yang menyanyikan mazmur adalah melibatkan seorang dalam pengalaman
sebuah mistik, bersama Roh Kudus dalam memuji Tuhan.[4] Mazmur ini adalah perkataan yang pertama dari
Allah kepada Daud. Oleh karena itu
mazmur ditekankan oleh John Calvin.
Dengan prinsip musik harus kepada teologi Sola Sricptura, kembali pada
Alkitab. Calvin menentang adanya kuasa
yang membuat orang berada dalam dunia lain.
Dengan ide dari Calvin akan tata gereja dengan nyanyian mazmur banyak
ditentang oleh Anabaptis. Dalam Articles
tahun 1537, Calvin telah menerbitkan seleksi pertama dari Mazmur, dan ia
sendiri menerjemahkan lima mazmur ke dalam bahasa Prancis, dan juga nyanyian
Simeon dan sepuluh perintah. Buku ini
juga berisi delapan mazmur lain diterjemahkan oleh Clement Marot, sedangkan
musiknya dimabil dari sebuah buku nyanyian Mazmur Jerman yang kebanyakan melodinya
diubah oleh organis Strasbourg, Matthias Greiter.
Sebagai
contoh dari Mazmur yang diambil sebagai nyanyian di Gereja adalah Mazmur 1 dan
Mazmur 32 akan Dosa yang dilakukan oleh Daud.
Mazmur
1:1-7
Berbahagialah
orang. Sang pemazmur mengajarkan
bahwa keadaan dari hamba-hamba Tuhan yang sungguh, akan selalu baik. Hamba
Tuhan yang sungguh, selalu berusaha untuk membuat kemajuan dalam mempelajari
hukum Tuhan. Pemazmur mengajar kita, betapa tidak mungkin bagi siapapun juga
untuk memusatkan pikirannya pada perenungan akan hukum Tuhan, kecuali ia
sebelumnya menarik diri dan memisahkan diri dari kumpulan orang yang tak kenal
Tuhan. Kita harus ingat bahwa dunia ini penuh kerusakan yang mematikan. Kita
harus ingat bahwa langkah pertama menuju hidup yang baik adalah meninggalkan
kawanan orang fasik. Jika tidak,pastilah kita akan tertular kekotorannya. Yang
tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang
berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh. Di sini pemazmur
menunjukkan bagaimana biasanya, sedikit demi sedikit, orang dipengaruhi untuk
meninggalkan jalan yang benar. Waktu seseorang dengan rela berjalan mengikuti
pemuasan nafsunya yang rusak, berbuat dosa membuatnya mabuk kepayang. Sehingga
ia lupa diri dan bertumbuh semakin keras dalam kejahatan; ini disebut sang nabi
sebagai berdiri di jalan orang berdosa. Berikutnya datanglah
kekerasan hati, keras kepala yang tanpa harapan, yang digambarkan dengan duduk. Tetapi
yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN. Pemazmur tidak begitu saja menyebut
semua yang takut akan Tuhan sebagai berbahagia. Ia mencirikan kesalehan
dengan mempelajari hukum Tuhan. Ia mengajar kita bahwa Tuhan
dilayani dengan sungguh, hanya ketika hukum-Nya ditaati. Tidaklah boleh
masing-masing orang membangun agama menurut penilaiannya sendiri. Standar yang
benar akan kesalehan hanya ditemukan dalam Firman Tuhan. Sang pemazmur
mencirikan orang saleh sebagai yang memiliki kesukaan dalam
hukum Tuhan.
Mazmur 32
Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Pengampunan dosa tidak sama dengan pembayaran
dosa. Ketika Allah mengangkat, menutupi dan memindahkan dosa kita, Ia dengan
cuma-cuma mengampuninya. Para pengikut Paus yang memberikan pembayaran dan
bahkan lebih dari itu, seperti mereka katakan, telah kehilangan berkat ini.
Daud memakai ungkapan ini untuk pengampunan sepenuhnya. Pembedaan yang dibuat
oleh para pengikut Paus di sini antara dihilangkannya hukuman dan kesalahan,
yang membuat pengampunan bukan lagi sepenuhnya tetapi hanya sebagian, tidak
sejalan dengan pengampunan sepenuhnya. Sekarang hal yang penting untuk
direnungkan adalah, siapa yang memperoleh kebahagiaan demikian. Ketika Daud
diajarkan, bahwa ia diberkati oleh belas kasihan Allah saja, pada saat itu ia
bukanlah orang asing dari gereja Allah. Sebaliknya, ia telah lebih maju
daripada banyak orang, dalam takut akan Allah dan melayani-Nya, dalam kesucian
hidup, dan telah melatih dirinya dalam kewajiban orang saleh. Setelah ia
membuat segala kemajuan ini dalam ibadah, Allah mendidiknya sedemikian rupaya,
sehingga Daud meletakkan keselamatannya dari awal sampai akhir hanya dalam
pendamaiannya dengan Allah, yang tidak layak ia terima. Oleh sebab itulah juga
Zakharia dalam lagunya mengatakan “pengertian akan keselamatan” sebagai
mengetahui “pengampunan dosa” (Luk. 1:77).
Langkah Praktis
Calvin memikirkan akan
pujian di Gereja dengan cara bermazmur dengan satu suara tanpa instrument, dan
cara dalam devotion, cara ini lebih kepada Alkitabiah, agar jemaat dapat diingatkan
hukum Tuhan dan pengampuan dari Tuhan.
Tanpa musik dengan
tujuan untuk menghindari sedujaction.
Semua yang dilakukan oleh john Calvin agar jemaat dapat kembali pada
pengajaran Alkitab. Dengan dekorasi
dengan gambar, lilin, segala macam aksesoris di gereja juga dihilangkan supaya
tidak terfokus pada gambar. dengan
pemandangan akan musik Instrument itu tidak diizinkan oleh Calvin, dengan
mazmur sudah cukup. Dengan konsep
Teologia:
...simple and pure
singing of the divine praises, forma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar